Where are u, Happines?

Perjalanan ini, seperti tidak ada akhirnya.  Rasanya setiap ada keinginan di setiap tahap usia saya, selalu saja sulit.  Ujian yang diberikan selalu berat dan berhubungan dengan keluarga.  Hmm... 

Katakanlah, ketika saya ingin memajukan diri di dunia teater, rasanya tidak ada yang mendukung.  Ya, masa-masa itu, terlalu berat tapi satu sisi saya bahagia melakukan setiap proses satu latihan ke latihan lain, satu pertunjukan ke pertunjukan lain meskipun saya tahu, saya tidak sehebat aktor-aktor maupun orang profesional lainnya, tapi saya bahagia bagian dari dunia ini.  Mungkin saya hanya sampai tahun 2005, lalu memutuskan untuk berjualan ayam dan berhenti total karena berkomitmen sama Amih, pun karena keadaan: menikah dan bekerja.

Lalu, ketika proses pencarian jodoh, situasi yang sangat berat dan tidak menyenangkan. Beberapa situasi yang sulit dilupakan tapi saya memaklumi keadaan ini, meskipun setiap kejadian itu masih terekam jelas.  Seolah semua orang sulit memahami dan apapun yang saya lakukan itu salah.  Tapi, saya bahagia ketika mempertahankan prinsip tentang jodoh, meskipun proses yang panjang dan berat, akhirnya saya mendapatkan jodoh yang sesuai dengan prinsip.  Rasanya? bahagia.

Pun proses mengandung yang pertama maupun yang kedua, harus dilewati dengan tahapan yang berat.  Hamil dengan plasenta di bawah membuat saya sulit bergerak bahkan tidak boleh senam maupun berenang seperti permpuan-perempuan hamil kebanyakan.  Karena kalau agak "cape" akan pendarahan bahkan keguguran.  Jadi saat hamil itu saat-saat minim bergerak dan aktifitas.  Dengan pemeriksaan dokter karena plasenta di bawah ini, membuat saluran bayi tertutup jadi harus dilahirkan dengan cara ceasar.  Lebih berat lagi anak melahirkan anak kedua, Bayan, Bayan harus diinapkan selama beberapa hari karena setelah beberapa menit dilahirkan, paru-parunya kurang oksigen.

Lalu, sekarang, ketika saya merasakan bahagianya menikah dan mempunyai pendamping yang menyenangkan.  Harus di uji pula dengan penyakit yang menimpa suami.  Sepertinya persoalan tidak ada hentinya.  Tapi hidup haruslah terus berjalan dan dijalani.  Rasanya, Allah sedang menguji cinta dan ketulusan saya menjadi seorang istri dan ibu.  Dan ajaibnya di tengah sakitnya suami, dilengkapi pula dengan rezekinya yang datang dari berbagai  sudut.  Semoga sakitnya suami bukan sebuah musibah tapi justru menjadi berkah untuk kami, terutama masalah "kedekatan" kami dengan Sang Maha.




Dari 3 dunia itu; teater, jodoh, anak, membuat kita bahagia.  Ternyata untuk merasa bahagia selalu dilengkapi dengan persoalan-persoalan yang semakin memahami letak kebahagiaan itu sendiri.  Bahagia itu ternyata menyempil diantara langkah-langkah hidup kita.  Dia seperti bunga yang tumbuh tiap musim, tumbuh dari akar, tumbuh dedaunan, lalu semakin tinggi, adanya proses penyatuan dengan tanah, air hujan, angin, lalu berbungalah pohon itu kemudian datang serangga mengambil madunya dan putik sari yang menempel dikakinya meneyebar pada bunga yang lain.  Hal ini membuat kehidupan bertambah ramai dan berkembang lagi.  

Begitupun kita, manusia, ia harus hidup dengan beragam orang dan karakter.  Kita menyerap dan mempelajari apa yang ada disekeliling kita.  Mereka bisa menjadi tanah, air, angin, yang membuat kita bisa berbunga atau layu.  

Hidup haruslah terus berjalan, mempertahankan dan menciptakan kebahagiaan untuk memecahkan kesedihan dan kesulitan.  Kita sendiri yang melahirkan bebunga itu.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv