Tulisan merupakan kekayaan yang mampu merekam banyak situasi dan mampu menciptakan budaya. Setiap kalimat yang disuarakan bisa menstimulus pembacanya, sekalipun pembaca  tidak setuju dengan pemikiran si penulis.  Banyak kemungkinan yang bisa terjadi dari dunia literasi, membuka jendela dunia hingga membuat suatu perubahan, pergerakan bahkan peperangan dalam bentuk yang berbeda.  Begitupun yang dilakukan oleh Skeeter dalam film The Help, seorang perempuan muda yang pada zamannya mestinya sudah harus berkeluarga.  Tapi dia memanfaatkan waktunya untuk menulis.  Di tengah perjalannya ia membuat sebuah buku yang kontrovesi, mengangkat kenyataan dan manampar ego sekelompok orang tertentu.

 The Help film berlatar belakang Kota Mississippi di tahun 1960-an jenis film drama.  Cerita bergulat pada zaman perempuan-perempuan berkulit hitam bekerja sebagai pekerja rumah tangga sekaligus pengasuh anak.  Bahkan anak-anak menjadi memiliki ikatan batin dengan pengasuhnya dibanding dengan ibunya sendiri.  Karena hubungan mereka tidak hanya sebatas pengasuh dan anak tuannya, mereka mengasuhnya dengan sikap penuh kasih sayang , telaten dan selalu memberi pengajaran tentang hidup. Mereka bekerja pada ibu muda kulit putih kelas atas yang selalu disibukkan oleh  kegiatan-kegiatan perkumpulan istri untuk kegiatan sosialita masa itu. Tapi tidak dengan Skeeter.  Ia seorang perempuan yang memilih untuk kuliah dan bekerja menekuni profesinya sebagai penulis.  Teman-temannya kebanyakan telah menikah dan memiliki sudut pandang negatif pada pembantunya yang memiliki kulit berwarna.  Begitu mereka menyebut ras kulit hitam ini dengan sebutan colored artinya berwarna.


Kota ini terkenal rasis terhadap warga kulit berwarna.  Perbudakan sudah tidak ada lagi, namun sisa-sisa nilai budaya rasis masih kuat melekat.  Banyak peraturan kehidupan sosial yang membedakan dua ras kulit putih dan kulit hitam ini dengan jelas.  

Skeeter adalah satu-satunya orang yang peka terhadap keadaan ini di kotanya.  Dia mencetuskan ide untuk membuat sebuah buku tentang pengalaman para pembantu berkulit hitam dan bagaimana diperlakukan oleh majikanya.  Skeeter mengendus suasana ketimpangan ras yang jelas-jelas dirasa tidak adil, dari segi tatanan sosial, pendidikan, maupun politik. 

Pemicu awalnya muncul saat perlakuan teman-teman perempuannya pada pembantunya, terutama saat salah satu dari mereka mencetuskan sebuah toilet yang terpisah bagi pembantu karena diperkirakan orang kulit hitam itu menularkan penyakit yang langka.  Ide ini akan diajukan dan segera disahkan oleh gubernur agar segera menjadi aturan baku.  Selain itu kedekatan Skeeter dengan pembantunya, Constantine, memperkuatnya untuk menyelesaikan buku tersebut namun semua nama dan tempatnya dirahasiakan.

Dalam salah satu penuturan sebuah dialog bahwa pada zaman itu sungguh mengerikan; “Tidak ada orang yang membutuhkan gadis kulit putih untuk merawat di ruang di mana pria negro ditempatkan.  Buku antara sekolah sekolah kulit putih dan kulit berwarna tidak boleh tertukar, tapi harus terus digunakan oleh ras yang pertama menggunakannya.  Tidak ada tukang cukur kulit hitam yang boleh mencukur rambut wanita kulit putih.  Semua orang yang mencetak/menerbitkan atau mengedarkan tulisan yang meminta penerimaan publik atau kesamaan sosial antara kulit putih dan negro akan di penjara.”


Belajar dari film ini mereka tidak pernah melupakan sisi sejarah yang suram.  Sekalipun perilaku rasis muncul dari masyarakat kulit putih sebagai notabene warna mayoritas.  Mereka selalu belajar dari masa lalu, sekalipun sekarang mereka hidup berdampingan dalam berbagai hal.  Barangkali kita butuh sebuah generasi untuk sebuah keberanian dalam mengutarakan ketidakadilan.



Film I Don't Know How She Does It menceritakan perempuan berkeluarga bernama Kate Reddy telah mempunyai dua orang anak, anak pertama menginjak usia kanak-kanak yang kedua usia balita.  Suaminya, Richard, bekerja sebagai arsitek.  Dia sangat memahami dan mendukung kemajuan pekerjaan istrinya.  Kate adalah seorang perempuan yang mampu menyeimbangkan pekerjaan dan tanggungjawabnya sebagai ibu rumah tangga.  Anak dan keluarga adalah segala-galanya, sehingga apapun kondisinya ia selalu menjaga komunikasi. Namun, selalu saja ada situasi yang dilematis, ketika pilihan harus ditentukan saat ada acara keluarga dan pekerjaan di waktu yang bersamaan.  Silahkan menonton sendiri bagaimana mereka menghadapinya.

Setelah menonton, ada yang menarik dari film tersebut.  Perempuan (berkeluarga) memiliki pekerjaan di luar rumah selalu merasa bersalah ketika meninggalkan sesuatu yang berhubungan dengan rumah tangga.  Terutama mengenai anak, dari segala kebutuhan fisik maupun perkembangan emosinya.  Dan perempuan yang memutuskan menjadi full day mom, menumpahkan waktu dan kehidupannya mengurus dan mengelola segala kebutuhan keluarga.  Keduanya adalah pilihan hidup masing-masing.  Hanya saja, seolah terjadi sebuah persaingan cukup ketat dari kedua belah kubu ini untuk meraih keunggulan identitas.

Kubu satu (perempuan pekerja) tetap bekerja di luar rumah dan terus mengupayakan dengan berbagai macam cara agar tetap mempunyai hubungan yang berkualitas dengan keluarganya, khususnya dengan anak.  Sementara kubu dua (perempuan full day mom) berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan waktu untuk keluarga sepenuhnya.  Maksud kedua kubu ini sebenarnnya sama, mempunyai tujuan memberikan kehidupan yang lebih baik untuk keluarga. Herannya, kenapa perempuan-perempuan yang sudah berumah tangga selalu merasa gelisah dengan pilihan bekerja dan tidak bekerja?. Seolah muncul stigma di tengah masyarakat, perempuan bekerja selalu dianggap “bersalah”, jika terjadi suatu hal “buruk” menimpa (khususnya) anak dan keluarga.  Dan perempuan tidak bekerja selalu dianggap “bersalah” (juga) karena dianggap tidak membantu urusan keuangan keluarga, tidak cukup wawasan dan keahlian untuk berkecimpung di dunia kerja.  Perempuan (menikah) selalu dinilai salah dan cenderung menyalahkan diri sendiri.  Hmmm…

Ini contoh kasus komentar untuk perempuan pekerja:
Ny.X bekerja dari pagi sampai sore, anaknya di titip ke neneknya (ibunya Ny. X).  Tanggapan yang muncul seperti ini, 
“Kasihan anaknya, padahal kualitas anak jika dididik oleh ibunya sendiri akan jauh lebih baik dibandingkan oleh neneknya.  Pengetahuan neneknya kan berbeda dengan ibunya.”

Ini contoh kasus komentar untuk perempuan full day mom pun tidak kalah menarik, begini tanggapan yang muncul, 
“Jadi Ny.Y tidak bekerja yah, lalu buat apa kuliah tinggi-tinggi dan mahal pula jika akhirnya jadi ibu rumah tangga juga.  Ah, jangan-jangan kurang pintar ya. Enak dong tinggal nunggu setoran dari suami.”  Komentarnya akan bertambah jika Ny. Y ternyata pernah kuliah di universitas ternama.  Bisa anda bayangkan?

Pada intinya sama, pilihan perempuan (berkeluarga) memiliki tujuan sama saja yaitu memberikan hidup yang terbaik/bahagia-menurut versi pemikirannya- untuk dirinya dan keluarga.  Hanya saja mengambil pihan bekerja/tidak bekerja, masing-masing selalu melahirkan opini yang negatif, sampai seolah-olah perlu kerja keras untuk mendapat pengakuan dari lingkungannya bahwa pilihan hidupnya adalah sangatlah menarik.  Dalam film ini, seperti juga yang terjadi di tengah masyarakat, perempuan mempunyai keunggulan yang tidak biasa, dia bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu.  Manajemen hidup dan pemikiranya sangat detil, kompleks bahkan ada yang jatuhnya menjadi perfectionis.  Mengenai pilihan hidup mana yang "benar"? biarkan mereka menentukan apapun pilihanya tanpa menjadi merasa bersalah, karena hatinya tetaplah milik keluarga.

Selamat menonton dan peluk hangat untuk perempuan di seluruh bumi.

i.am ima I 20 Januari 2012

“Film itu bisa menjadi inspirasi tapi kehidupan nyata bisa menjadi cermin untuk hidup.”

Komentar saudara yang menanggapi sebuah status di facebook tentang saran saya menonton sebuah film.  Kebetulan film yang disarankan sepertinya sesuai dengan masalah yang tengah dihadapinya.  Yah, tampaknya ini sebuah penolakan, tapi tidak apalah setiap orang menjalani hidup sesuai dengan keyakinannya begitupun dengan saya. 

Saya suka nonton film.  Film-film Teguh Karya (alm) mendidik saya semasa kecil dan membangun imajinasi, menyimpan selera artistik dan menyimpan selera setiap jejak pertumbuhan hidup.  Dengan perkembangan teknologi dan keahlian yang dibangun dalam dunia pendidikan.  Beragam jenis film bermunculan dan memiliki pasarnya sendiri.  Bahkan kekuatan visual, alur cerita dan setiap dialog yang terbentuk, bisa menciptakan karakter penontonnya.  Hal ini bisa menularkan budaya, mendoktrin sudut pandang dan secara tidak langsung mendidik dari segala sisi.  Dari alur cerita, artistik, titik masalah, kostum, maupun pembawaan karakter si tokoh.  Bisa menjadi banyak pilihan untuk para apresiator.

Film merupakan media yang efektif untuk mengkomunikasikan suatu masalah.  Baik persoalan sosial, keluarga, anak-anak, perempuan, politik dan banyak lagi.  Selain itu, media tersebut bisa menjadi alat yang ramah untuk menciptakan sebuah citra setiap tempat yang menjadi background dalam alur cerita tersebut. 

Seperti halnya Kota Belitong yang menjadi populer setelah munculnya film Laskar Pelangi.  Padahal sebelumnya, bukunya pun sudah populer.  Dengan adanya film ini, semakin meraih lini konsumen yang lain sehingga mereka mengetahui bahwa film laskar pelangi berasal dari trilogy sebuah novel.  Ada semangat berbeda yang mampu ditularkan ragam masyarakat.  Pecinta buku juga pecinta film (visual).  Film adalah sebuah langkah yang cepat untuk mengenalkan gaya hidup, bahasa, tempat tinggal, arsitek gedung, perumahan, perkantoran, ragam budaya, kondisi sosial, situasi politik.  Seolah kita telah berkeliling Negara dan diperkenalkan betul setiap sisi Negara lain, seperti film Italy, Amerika, Iran, Spanyol, Cina, Korea, Jepang.


Film Italy, khas menyajikan khas daerahnya yang eksotik, film Iran yang humanis dan natural, film Amerika yang beragam warna cerita dari persoalan sosial sampai imajinasi, film Jepang yang mempertahankan budaya yang kuat.  Alur cerita dan penyelesaian masalah membuat kita memahami karakter dan keyakinan budaya lokal tersebut.

Belakangan ini di Indonesia virus film Korea yang apik mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia pecinta film tersebut.  Dari potongan rambut, gaya hidup, pakaian, bahkan selera makan.  Bahkan merambah ke dunia musik yang berpotongan khas anak muda Korean.  Ini salah satu bukti bahwa kekutan visual memberikan kontribusi yang kuat dalam mempengaruhi gaya hidup seseorang, dalam hal sudut pandang, style, emosi bahkan paling ekstrim bisa merubah keyakinan.

Film adalah salah satu karya seni yang dibuat dengan kesabaran dan tingkat kerja kolektif yang tinggi.  Ada proses observasi naskah, karakter, detil artistic, kostum dan pengalaman yang tidak sedikit.  Karena film merupakan sebuah media yang menjiplak persoalan hidup yang membuat para penontonya seolah bercermin kembali pada situasi yang terjadi ditengah-tengah kehidupanya.  Sama halnya dengan teater, ia menyampaikan kembali sebuah masalah yang terjadi agar bisa menjadi bahan perenungan.  Begitupun dengan karya rupa/lukis, ia mencoretkan sejarah hidup yang ada di sekitar senimannya.  Dan karya seni lainnya mampu menangkap momen dan terekam dengan caranya sendiri dalam menuliskan sejarah.

Terimakasih dunia, terimakasih orang-orang kreatif, karena kalian duniaku menjadi penuh warna.

Jika bumi akan menjadi semerbak bunga yasmin
Jika hujan akan mengalir mengikuti setiap tepi
Jika tanah mengeluarkan beribu tangkai
Izinkan aku untuk keluar dari gerbang
Melangkah diatas rerumput bersimbah embun
Menangkap awan
Menyelam ke dasar lautan
Berlari diantara ilalang
Terjun bersama air terjun tertinggi di dunia
Izinkan aku mengeluarkan ribuan air mata
Izinkan aku meneriakan setiap kalimat
Mengalir menuju samudera diatas dedaunan nan kokoh

Salam sore tanpa batas,
i.am.ima

Orang-orang liburan, saya tidak.  (Kadang-kadang) saya liburan orang-orang tidak.  Orang-orang tidur saya bangun.  Orang-orang bangun kadang saya tidur sambil merasa bersalah tapi akhirnya tidur juga.

Suatu subuh di hari Senin, dibalik jendela masih berwarna ungu tua dan sedikit kabut.  Kami baru tidur beberapa jam Devdan bangun dengan ceria.  Terbersit untuk makan ketan dan bandrek di Lembang menikmati di sisa subuh.  Kamipun berangkat cepat menjemput matahari, menikmati subuh dan dinginnya pagi.  Deru mesin di terminal mulai dihangatkan, orang-orang bergerak dengan sisa tidur di garis mukanya, bau oli bercecer tipis menyeruak diantara udara pagi. 

Kami naik angkutan kota dengan getaran mesin yang khas, jalan berkelok-kelok membuat sedikit rasa yang beda di bagian lambung.  Langit mulai sedikit cerah, pepohonan ceria menyambut hari, langit membiru dengan sisa awan diantaranya. 

Di lembang, kami turun.  Berjajar kios-kios kecil menjajakan ketan, peuyeum dan pisang bakar.  Seorang ibu tua dan anaknya yang menggendong bayi berumur 14 hari, menyambutkami dengan senyum lelah dibalik baju wolnya yang tebal.  Tak ada libur dan tidur baginya.  Ia dengan tenang membakar ketan dan menyeduh bubuk bandrek ke dalam gelas kaca.  Harum jahe dan kepul air panas menghiasi permukaannya.  Kami menyeruput, panas dan hangat mengisi setiap lorong dada.  Mataharipun terlihat cerah, kami telah menjemput dan memberinya segelas bandrek dan potongan ketan bakar lengkap dengan serundeng dan bumbu oncomnya yang sedikit pedas.

Setiap potong ketan membawaku kembali ke masa kecil.  Tapi saat itu diwaktu yang sama kabut masih terlihat tebal, menelusup diantara bara arang yang siap memanggang ketan dan jagung.  Kami harus memakai jaket yang cukup tebal bahkan kaos kaki.  Setelahnya bisa berjalan di trotoar sambil menyentuh sisa embun yang di atas pohon-pohon pagar. 
Kali ini, sinar matahari sangat leluasa menyinari setiap jengkal pagi.  Tak ada lagi embun hanya udara dingin yang masih terasa menusuk.  Sampah-sampah yang menumpuk dan selokan dengan air yang mengambang berwarna kehitaman.  Tempat sampah hanya basa-basi, kecil, berwarna cerah seolah hanya sebagai pemanis jalanan.  Tak apalah, setidaknya setelah sekian lama kami bisa menikmati pagi di Lembang lagi meskipun dengan suasana yang sedikit berbeda.

Selamat pagi bumi, selamat pagi matahari, selamat pagi teman hidupku, selamat pagi Bandung :)

i.am.ima

Akhir tahun 2011 selalu berhadapan dengan resolusi.  Sebuah garis tegas untuk hidup lebih baik… Hmmm… Saya bingung harus mulai dari mana, tapi yang jelas kehidupan sehari-hari saya tidak bisa lepas dari jaringan dunia maya ini.  Ruang gerak yang terbatas menjadi lebih luas karena internetInternet menjadi salah satu solusi mempertebal pengetahuan dan jaringan sosial tanpa perlu keluar rumah.  Komunikasi lebih lancar, informasi mudah didapat dan bisa membuka mata dunia. Persoalan bisa bermanfaat dan tidak bermanfaat, menjadi halal maupun haram atau bahkan mengharmoniskan atau merusak hubungan rumah tangga itu sih tergantung pengguna.  Pilihan ada di tangan masing-masing.  


Di tahun 2010 dan 2011 adalah sebuah pertemuan dan pengenalan dunia blog dan seluk beluknya.  Ternyata saya menemukan banyak informasi yang menarik tentang jejaring yang satu ini.  Kini blogger bisa menghasilkan uang dengan cara blog itu mempunyai brand yang kuat tentang materi yang dibahasnya.  Pengiklan sekarang menaruh banyak perhatian pada blogger. Karena dianggap jaringan bawah tanah ini komunikasinya cukup efektif.  

Selain itu banyak juga para blogger yang selalu membuat acara lomba tulisan yang berhadiahkan produk bahkan uang.  Ini salah satu ajang mengolah tulisan dan mempelajari gaya tulisan blog pemenang.  Lama-lama proses ini lebih terasa nikmat dan memberi vitamin C alias cerahkan duniaku (halah lebayyy…).  Blog menjadi salah satu bagian penting yang mampu membuat hidup saya lebih seimbang dan berwarna.  Sebuah ruang yang nyaman untuk berlatih menulis, membangun kepercayaan pada diri dan uji nyali mendapatkan tanggapan apapun dengan beragam cara dari sesiapapun.

Resolusi Juara?

Tahun 2012 ini, saya akan lebih menaruh banyak waktu untuk blog dan aktif di komunitas blog Bandung.  Agar blog saya lebih aktif, berwarna dan tampak seurieus, tampaknya perlu untuk lebih disiplin diri dan punya komitmen untuk mengolah blog menjadi bacaan yang layak konsumsi.  Jadi tahun ini saya akan menaruh banyak waktu untuk blog dan aktif di komunitas blog Bandung. 

Pertama tentunya membuat tema menulis untuk blog matakubesar dan menyiapkan ilustrasi maupun gambar original bikinan sendiri. Biasanya, menulis di blog sangat intuitif jadi efeknya sering banyak yang bolong dan proses menulis menjadi tidak konsisten.  Bahkan penggunaan kata-kata, salah huruf dan EYD-pun tidak terperhatikan.  Seorang teman di grup facebook pernah memberi clue bahwa meng-upload 7 tulisan di blog sudah cukup membuat para blogger untuk blogwalking dan syukur-syukur senang untuk selalu mampir menjadi pembaca setia. 

Saya ingin menggali lebih banyak pengetahuan tentang blogging dan beragam seluk beluknya.  Serius tapi santai, kalau cape ya tinggal bobo atau lari pagi :b.

Tahun lalu, beberapa bulan yang lalu saya senang bisa mendapat media partner dengan idblognetwork.  Semoga suatu hari tulisan-tulisan saya lebih terasah, konsisten dan pantas untuk mendapatkan job review dari media itu.

Kalau memang ada pelatihan dan pertemuan dengan para blogger Bandung, saya ingin sekali bisa mengapresiasi.  Pertemuan dengan orang-orang yang memang menaruh hati yang sama, biasanya bisa menularkan semangat dan pengetahuan yang lebih luas.  Saya ingin belajar banyak dari mereka dan memanfaatkan hidup lebih berarti.  Tentunya di atas langit selalu ada langit dan pengetahuan itu memang tidak berbatas. 

Sambil berjalan melatih satu hari satu tulisan, tidak ragu dalam mengikuti kata hati sehingga menjadi rangkaian bentuk.  Harapan saya fungsi internet ini bisa mempertemukan saya dengan orang-orang yang bersemangat terus berkarya namun tetap bisa dikerjakan di rumah. Mengasah segala kemampuan dan tak berhenti belajar dari sesiapapun hingga bisa menciptakan karya layak konsumsi dan berkualitas. 

Saya percaya kesungguhan dalam menjalani kehidupan kita sendiri yang menentukan.  Persoalan menjadi juara atau tidak itu bagian dari proses lain.  Karena dengan berhasil disiplin satu hari, seminggu kedepan, lalu sebulan kedepan itu adalah bagian dari prestasi yang bisa mendapatkan kejutan tak terduga di waktu tak terduga pula.  

Semoga tulisan ini bisa menjadi pijakan, rel setahun ke depan :)
Muncul informasi dari jejaring sosial di internet, Blogvaganza mengadakan sebuah lomba blog bertemakan Indahnya Bandungku.  Ini adalah ide yang menarik dan kesempatan untuk saya sedikit menceritakan romantisme Bandung mengenai kreativitas berteater yang tidak terhentikan di blog ini.




Bandung selalu menjadi kota inspirasi dan gairah dari masa kecilku hingga sekarang.  Ia adalah bumi, jantung hatiku.  Setiap hujan yang menetes pada tanah, angin memain-mainkan dedaunan dan derap langkah.  Riuh oleh degup pendidikan, jejak aura seni nan hangat juga wisatawan kerap mengiringi detak jantungnya.  Tak ada yang sangsi bahwa makanannya sangatlah beragam penuh cita rasa, selera fashion yang catchy dan ramah harga, sisa bangunan heritage terbanyak di Nusantara. Pepohonan nan rimbun memayungi warga Bandung di beberapa tempat.  Semua unsur itu dipertemukan dalam satu gairah yaitu karya seni.

Waktu kecil sekitar tahun 1985-an, saya pernah diajak untuk menonton sebuah pertunjukan yang kebetulan digarap oleh kakak untuk sebuah ujian di perguruan tinggi,  judulnya “lautan bernyanyi”.  Imajinasi saya berkembang saat melihat setiap gerak lakon, artistik panggung dan musik yang memperkuat emosi suasana cerita.  Lalu, saya juga pernah menonton pertunjukan anak-anak sekampung yang digarap juga oleh kakak dimainkan ditempat sama yaitu di Gedung Rumentang Siang.  Sebenarnya ingatan semua itu masih kabur namun emosinya masih terekam.  Selain itu cukup sering juga halaman rumah digunakan oleh kakak dan teman-temannya untuk latihan teater di halaman rumah.  Semua gerak gerik latihan mereka terekam dan tersimpan kuat, sadar atau tidak sadar hingga sekarang.

Bisa jadi hal ini yang mendorong saya untuk terus mengapresiasi maupun sedikit terlibat di beberapa kegiatan berkesenian. Saat remaja, saya sepertinya orang yang tumbuh dengan sudut pandang yang sedikit berbeda dengan teman-teman, terutama dalam hal menyukai dan menghargai karya seni.  Hal ini juga mempengaruhi sudut pandang dalam melihat beragam masalah.  Ketika masuk kuliah, saya masuk kelompok teater kampus di UNISBA yaitu STUBA. Sejak itu mulai mengenal lebih dalam gerak gerik berteater, khususnya, membuka fikiran dan wawasan tentang hidup.  Di tengah perkembangan dunia hiburan, tontonan, jenis musik, fashion yang semakin beragam.  Bandung sebagai kota seni dan budaya rupanya tidak pernah kehilangan identitas dan tak pernah berhenti menelurkan banyak karya pertunjukan.  Katakanlah proses-proses teater yang dilakukan dari unit kegiatan mahasiswa hingga teater independen. 


Pergerakan kelompok teater di Bandung ini sangat intens dan ritmis seperti; CCL (Celah-Celah Langit), AUL (Actor Unlimited), Main Teater, Laskar Panggung Bandung, STB (Studiklub Teater Bandung), Kelompok Payung Hitam, Teater Bel, dan banyak lagi.  Jangan salah, melalui teater mereka mampu keliling dunia dengan membawakan pertunjukan yang mereka garap.  Ini sebuah bentuk sikap konsisten, militansi dan setia membangun sehingga bisa membukakan mata dunia mengarah ke Bandung, sebuah kota dari Negara Indonesia yang selalu meminorkan kegiatan berkesenian.

Beberapa kelompok teater, sering mengadakan workshop untuk para remaja yang tertarik mempelajari teater.  Baik seni perannya, artistik, musik teater, pencahayaan, kostum maupun makeup teater, dimana kapasitasnya mempunyai peran penting menghidupkan seni teater.  Cara ini sangat menarik untuk menciptakan tongkat estafet sehingga anak muda bisa mengembangkan kreatifitas sekaligus menggali dan mempertahankan akar budaya.  Seperti halnya workshop yang sering dilakukan STB setiap tahunnya .  Kelompok teater ini adalah kelompok teater paling tua di Bandung, produktif dan melahirkan orang-orang berkualitas dalam berkarya.

Bersamaan banyaknya kelompok teater di Bandung, tumbuh pula kantung budaya yang memfasilitasi untuk kebutuhan pentas. Seperti: GIM (Gedung Indonesia Menggugat), Pusat Budaya Cigondewah, CCL (Celah celah Langit), Selasar Soenaryo, Kebun Seni, Rumah Teh Dago dulu bernama Dago Tea House, STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia), Pakalangan Sunda, CCF (Center Culturan Francais), Saung Angklung Udjo dan banyak lagi.  Bahkan banyak pula tempat-tempat komunitas bisa digelar sebuah pertunjukan mini, seperti di Tobucil (Toko Buku Kecil), Common Room, Ultimus dan Kineruku.

Teater adalah salah satu seni yang mampu mengkomunikasikan dan sebuah bentuk promosi sebuah daerah bahkan Negara.  Di tengah masyarakat, teater masih belum terlihat kiprahnya, masih berkesan sebuah kegiatan yang minoritas dan sulit berkembang terutama dalam hal karir.  Namun pada kenyataanya, pertunjukan bentuk teater ini justru mampu mempertahankan dan memperkuat akar budaya.  Mereka yang tidak pernah lelah dan tidak pernah kehilangan ide untuk terus berkarya.  Meskipun apresiasi teater di tengah masyarakat tidak sebanyak penonton film-film di studio 21.

Pergerakan orang-orang yang sadar akan akar budaya, terus menerus mengambil celah untuk memasukan seni teater menjadi bagian dari hidup kota.  Kita tidak bisa menahan gempuran informasi dan hiburan impor yang masuk ke negeri ini kecuali mencari cara terus bergerak, berkarya dan melebur.  Dan orang-orang kreatif di Bandung tetap memperjuangkan hal ini.   Bahkan dengan perkembangan teknologi, kita bisa menemukan beragam blog dan jejaring sosial di internet yang menginformasikan kegiatan berkesenian di berbagai daerah.  

 Banyak yang mengatakan, kalau kamu tertarik pada seni maka datanglah ke Bandung, Jogja, Jakarta dan Tasikmalaya.  Kamu akan menemukan seni yang menarik untuk dipelajari dan mendapatkan gairah terus untuk berkarya. 

Selamat datang di Bandung.  Salam hangat.
I.am.ima